Kongkow Sejarah dan Budaya di Ulujami (2): “Dari Pangkalan Kebo Sampai Pangkalan Delman”

Sesuai rencana, pertemuan kedua ini (Sabtu, 18/03/17) dimanfaatkan untuk melakukan observasi atau lebih tepatnya sih kegiatan ini dinamakan ‘Jelajah Kampung’ karena memang kenyataannya kita ngubek-ngubek kampung sampai ke gang paling kecil. Bertindak sebagai pemandu yaitu Bang Ajis sendiri selaku tuan rumah yang sudah hapal betul seluk-beluk Kampung Ulujami dan sedikit banyak menguasai sejarah lokal di sini. Tidak ketinggalan sumber referesni yang kami bawa dan menjadi rujukan adalah peta Ulujami tempo doeloe keluaran tahun 1780-an jaman Gubernur Jenderal De Klerk.

Pangkalan Kebo
Perjalanan menelusuri Kali Pesanggrahan melalui jalan inspkesi Kali Pesanggrahan dimulai dari RPTRA Nusantara. Kondisi jalanan yang dilalui ini baik, terlihat masih baru dan terbuat dari beton. Tidak jauh dari situ, di kawasan sekitar SD, Bang Ajis mengatakan bahwa kawasan itu dulunya disebut Pangkalan Kebo. Disebut begitu karena dulunya di situlah warga banyak membawa kerbau mereka untuk dimandikan. Dari sini kita dapat membayangkan wajah Kampung Ulujami tempo doeloe mungkin sangat dekat dengan kegiatan agraris. Mengingat fungsi kerbau yang memang terkait erat dengan budaya agraris. Seperti masih dapat kita jumpai saat ini di Banten misalnya. Saat ini di Ulujami sendiri tidak terlihat lagi Kerbau satu ekor pun.

pangkalan kebo kali pesanggrahan ulujami jakarta
Kawasan Sekitar Pangkalan Kebo di Tepi Kali Pesanggrahan Ulujami.
(Sumber foto: Dok.Pribadi)
Waktu kami berbincang di Pangkalan Kebo, turun hujan deras. Kami memutuskan numpang berteduh di SD. Sembari berteduh, Bang Ajis menyinggung kembali aktivitas arkeolog yang dulu pernah dilakukan di sini tahun 1980-an. Bang Ajis masih belum tahu persis di mana tepatnya lubang galian tempat penemuan artefak, di mana artefak tersebut disimpan saat ini, dan di mana buku laporan penelitian tentang penelitian itu berada. Bang Syahril mengaku pernah melihat dan membaca sekilas hasil penelitian arkeologis yang dimaksud. Tetapi sudah sangat lama dan saat ini dia tidak memiliki kopi buku tersebut.

Bang Ajis kemudian berinisiatif untuk langsung menelepon Candrian Attahiyat yang dulu melakukan kegiatan arkeologis di sini. Setelah menanyakan kabar beliau, Bang Ajis langsung memberikan telepon tersebut pada Bang Syahril yang rupanya masih satu almamater dengan Pak Candrian di Jurusan Arkeologi UI. Bang Syahril bertaya seputar aktivitas di tahun 1980-an silam. Dia juga menanyakan tentang keberadaan artefak dan laporan penelitian dan juga di mana lokasi tepatnya lubang galian yang dulu pernah dilakukan ekskavasi temuan. Semua informasi yang diterima belum memuaskan. Buku laporan dan keberadaan artefak masih simpang siur.

Dari Pangkalan Kebo, perjalanan dilanjutkan menuju ke Landhuis Oeloedjami.   

Landhuis Oeloedjamie
Berdasarkan peta jaman kolonial, posisi landhuis ini berada di pinggir jalan raya Cileduk sekarang. Landhuis adalah bangunan jaman kolonial yang fungsinya berkaitan dengan aktivitas perkebunan di sebuah wilayah. Saya sendiri belum tahu pasti apa fungsi sebetulnya dari Landhuis dan kegiatan apa saja yang dilakukan di sini. Tetapi yang jelas, landhuis ini merupakan sebuah struktur bangunan yang cukup besar dan menonjol pada jaman itu. 

Beberapa referensi dan keterangan menyebut Landhuis merupakan kantor perkebunan. Ada juga yang mengatakan bahwa landhuis merupakan rumah tuan tanah. Sebagai perbandingan, di Karawaci juga dulu terdapat sebuah Landhuis bergaya Tionghoa milik Kapitan Oei Djie San yang pada tahun 2009 telah mengalami pembongkaran. Melalui penelusuran sumber, ternyata bangunan sejenis jumlahnya banyak tersebar di sentero Batavia dengan variasi bentuk dan ukuran dan mungkin juga variasi dalam fungsi dan kegunaannya.  

Gambar: Sebuah Landhuis di Daerah Karawaci. Beberapa Sumber Menyebutkan Banguan ini Juga Sudah Dibongkar
Krawatji, Een Landhuis te Tangerang bij Batavia. Circa 1930
(Sumber: http://media-kitlv.nl/all-media/indeling/grid/form/advanced?q_searchfield=landhuis)
Sebuah Bangunan Landhuis di Daerah Kampung Makassar
Landhuis Kampong Makassar. Circa 1930
(Sumber: sumber: http://media-kitlv.nl/all-media/indeling/grid/form/advanced?q_searchfield=landhuis)  

Di Ulujami sendiri, bangunan Landhuis itu sudah tidak ada lagi dan saat ini di posisi yang kami perkirakan sebagai bekas Landhuis sudah berdiri sebuah tempat perbelanjaan. Jalanan di depan posisi Landhuis sekarang sudah menjadi Jalan Cileduk Raya yang ramai dan di atasnya terdapat flyofer dengan tiang-tiang beton menjulang.

ulujami jakarta
Lokasi yang Diperkirakan Tempat Berdirinya Bekas Landhuis Oeloedjamie
(Sumber foto: Dok. Pribadi) 

jalan cileduk raya ulujami jakarta
Kondisi Jalan Raya di Depan Landhuis Saat Ini.
(Sumber foto: Dok.Pribadi
Di bagian belakang pusat perbelanjaan yang dulunya merupakan Landhuis terdapat permukiman warga yang sangat padat dengan gang-gang sempit. Kami kemudian menelusuri gang tersebut dan berhenti di salah satu gang. Di situ Bang Ajis mengatakan bahwa dahulu pernah ditemukan pilar-pilar sisa bangunan Landhuis. Untuk menggali informasi dan keterangan lebih lanjut mengenai Landhuis dan aktivitas di seputar Landhuis ini perlu digali keterangan dari berbagai sumber.

Dari Landhuis ini kami kemudian melanjutkan perjalanan ke Pangkalan Triti.

Pangkalan Triti
Beberapa sudut tempat di Ulujami menggunakan kata ‘pangkalan’ seperti Pangkalan Kebo dan Pangkalan Triti. Nama-nama tempat tersebut ada yang masih bertahan sampai sekarang dan ada pula yang sudah tidak dikenal lagi alias penyebutannya sudah tidak dipakai. Dalam sebuah obrolan santai di pinggir kali, Bang Syahril mengatakan bahwa penggunaan nama ‘pangkalan’ sebagai nama tempat merujuk pada aktivitas di tempat itu sebagai tempat aktivitas manusia terutama berkaitan dengan ekonomi, sosial, dan budaya. 

Dalam konteks di Ulujami khususnya di sekitaran Kali Pesanggrahan, hal ini menunjukkan adanya peran penting yang dimainkan oleh Kali Pesanggrahan sebagai tempat aktivitas ekonomi semisal perdagangan dan sebagainya. Seperti kita ketahui, sebelum adanya fasilitas angkutan darat seperti sekarang, sungai memainkan peranan besar sebagai sarana perhubungan yang mendukung mobilitas manusia dari tempat satu ke tempat lainnya.

Observasi kami di Pangkalan Triti ternyata hanya sekilas karena kondisinya yang agak becek selepas hujan lebat. Di situ kami juga melihat daerah sempadan sungai yang masih banyak ditumbuhi pohon-pohon besar. Menurut keterangan Bang Ajis, normalisasi Kali Pesanggrahan dengan pemasangan tanggul beton dan jalan inspeksi belum menyentuh kawasan ini karena ada beberapa kendala di antaranya persoalan pembebasan lahan.

Dari Pangkalan Triti perjalanan kami lanjutkan menuju sudut lainnya di Ulujami melewati gang-gang sempit perumahan penduduk sebagai mana umumnya kondisi perkampungan di Jakarta dewasa ini.

Penelusuran Jejak Arkeologis
Di sebuah gang, Bang Ajis berhenti dan memarkir motornya. Kami pun ikutan parkir di depan sebuah warung yang lagi tutup dan rolling dor-nya dipenuhi coretan mural. Di situ kemudian Bang Ajis menghampiri sebuah rumah di sebelah gardu ronda. Tuan rumah kemudian keluar dan ternyata mereka memang sudah saling kenal.

Bang Ajis menanyakan kepada temannya tesebut di mana dia dulu menemukan benda-benda bersejarah. Yang ditanya sedikit bepikir seperti berusaha mengingat sesuatu, “Ooh keris, sama pecahan keramik”. Lantas dia pun mengantar kami ke beberapa sudut dekat situ. Salah satunya di pinggir gang yang telah diberi aspal. Peristiwanya memang sudah lama yaitu sekitar tahun 1980-an. Keadaan kawasan sekitar sini juga sudah banyak berubah seiring dengan berjalannya waktu berupa rumah-rumah hunian yang semakin banyak dan padat.

Nyeruput Kopi dan Ngobrol Santai di Pangkalan Delman
Kegiatan jelajah kampung menelusuri jejak-jejak sejarah kali ini berakhir di warung kopi dekat pangkalan delman di Jalan Swadarma. Sambil menikmati kopi dari warung dekat pangkalan ojek, kita masih bisa melihat satu dua delman mangkal di situ mencari penumpang. Hari sudah sekitar pukul lima sore. Sambil nyeruput kopi dan nyemil gorengan, obrolan berlangsung seputar tindak lanjut dari kegiatan sekarang.  

kopi di ulujami
"Ngopi dulu, Bang...."
(Sumber foto: Dok. Pribadi)
Diperoleh kesimpulan bahwa tindak lanjut dari kegiatan ini selanjutnya adalah penelusuran sumber-sumber pustaka seperti  laporan-laporan, buku-buku, surat kabar jaman kolonial, dan juga artefak arkeologis yang pernah ditemukan. 

Kegiatan ini juga akan dijadikan kegiatan rutin mingguan dengan tujuan menghasilkan tulisan-tulisan tentang sejarah dan budaya di Ulujami dan sekitarnya sebagai inisiatif kajian dan penulisan sejarah lokal.  

So, bagi teman-teman yang ingin bergabung dan ambil bagian sangat dipersilakan dalam kegiatan rutin santai tapi serius setiap Hari Sabtu di Ulujami. 😉

Komentar

  1. Kata engkong kita almarhum dulu kampung baru swadarma itu nama nya kampung Rahayu..
    Untuk ulujami itu berdasarkan nama persatuan pengajian jaman tuh hari bernama ulull Ajmi.. Nah.. Skrg ncang org2 dulu di sini tinggal sedikit klo lebih jelas sejarah

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah sdikit bnyknya...saya jd tau sjarah kmpung saya sndiri...smpe sdra2 yg ada d ulujami saya kmtian obor jg..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini