Lonceng Kematian di Stadhuis van Batavia
Sisi sisi kota tua Jakarta seperti tak ada habisnya untuk dieksplorasi. Maklum, kawasan ini sudah menjadi saksi perjalanan sejarah Jakarta selama lebih dari setengah millennium. Salah satu ikon yang paling menarik perhatian di sini adalah Stadhuis atau gedung balai kota di jaman kolonial dulu. Gedung ini berdiri megah dengan pilar-pilar bangunan bergaya eropa lengkap dengan jendela-jendela besar, semakin menghadirkan aroma tempo doeloe. Dari satu gedung ini saja, kita dapat menggali ribuan kisah tentang masa lalu. Salah satunya tentang sebuah menara yang berdiri tepat di tengah atap bangunan Stadhuis. Lantas apa fungsi menara kecil dengan sebuah kubah di atasnya itu?
Sudah menjadi rahasia umum bahwa gedung ini dulunya selain menjadi pusat administrasi dan pemerintahan, juga dipakai sebagai pengadilan, penjara, bahkan sebagai tempat eksekusi hukuman. Pelaksanaan hukuman itu berlangsung di pelataran depan gedung. Nah, menara di atas atap Stadhuis tersebut tak lain adalah “lonceng kematian” sebagai pertanda bahwa akan diadakan prosesi hukuman. Lonceng tersebut juga berfungsi untuk mengumpulkan orang-orang agar datang menyaksikan pelaksanaan hukuman yang dilakukan di depan masyarakat umum.
Sejak diresmikan menjadi museum pada tanggal 30 Maret 1974
oleh Gubernur Ali Sadikin, kesan angker dan mengerikan dari gedung yang sudah
berumur tiga abad lebih ini berangsur-angsur mulai terkikis. Perawatan dan
penataan ruang di sekitar kota tua dan pengelolaan museum yang baik menjadikan
Stadhuis yang dulunya ‘sangar’ menjadi tempat edukasi sejarah dan sekaligus
tempat rekreasi.
Saat ini kita dapat dengan mudah menjumpai pengunjung dari
berbagai kalangan menikmati suasana kota tua sambil bergembira ria. Dari anak
kecil sampai pasangan muda-mudi terlihat lalu lalang dan ada pula yang bermain
sepeda dengan pakaian warna warni. Pelataran Stadhuis sudah tidak lagi
dijadikan arena eksekusi para terhukum. Lonceng kematian itu sudah tidak lagi
dibunyikan.
Pengunjung Kota Tua Bersukaria (Sumber: Direktorat Sejarah Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan) |
Komentar
Posting Komentar